Macam-Macam Khiyar dalam Islam
Daftar Isi
Secara ajaran agama Islam, rasa puas pelanggan-pelanggan dalam kesepakatan jual beli adalah satu diantara faktor penting yang mesti dihasilkan oleh pelaku usaha terlepas dari profit untuk mereka sendiri. Kondisi tersebut disebabkan rasa puas berupa kepuasan pelanggan bakal menghasilkan tali silaturahmi yang erat dan terus-menerus antara pelanggan pelaku usaha yang mampu menyebabkan meningkat dan suksesnya bisnis tersebut. Oleh karena itu, secara Islam, khiyar ditentukan oleh hukum dalam bentuk syariat pada proses jual beli. Berikut ini macam-macam khiyar dalam Islam yang perlu diketahui, antara lain.
Khiyar Majelis
Khiyar majelis adalah pedagang selaku penjual dan konsumen selaku pembeli dapat melanjutkan atau mengurungkan jual beli selagi tetap ada di lokasi jual beli. Khiyar majelis diizinkan dalam semua jenis jual beli. Perihal tersebut bersumber pada hadis Nabi Muhammad SAW. :“Dua orang yang berjual beli boleh memilih di antara dua meneruskan atau membatalkan jual beli selama belum bercerai dari tempat akad.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Misalnya jual beli dalam khiyar majelis yakni proses berdagang di pasar. Bila pihak atau kedua pihak entah itu penjual dan pembeli telah pergi keluar dari pasar kemudian tidak terdapat proses atau perjanjian jual beli.
Khiyar Syarat
Khiyar Syarat adalah terdapat ketentuan dari keduanya atau satu diantaranya dalam perjanjian jual beli. Sebagai contonya penjual mengatakan “Saya menjual barang dengan nilai harga sedemikian dengan khiyar syarat terlama hanya tiga hari atau tidak lebih dari tiga hari.”Khiyar syarat bisa dilaksanakan dalam bermacam jual beli untuk barang yang harus diterima di lokasi berdagang. Periode khiyar adalah terlama hanya tiga malam. Barang-barang yang sudah dijual ketika periode khiyar mempunyai syarat membuatnya jadi hak pihak yang menentukan khiyar bahwa yang telah melakukan khiyar salah seorang dari mereka.
Khiyar Aib (Cacat)
Khiyar Aib adalah bila seorang konsumen atau pembeli dapat memulangkan barang yang terbeli olehnya jikalau pada barang tersebit terdapat rusak atau cacat yang membuat berkurang mutu barang tersebut, atau membuat berkurang nilai ataupun harganya. Sebaliknya umumnya barang tersebut telah rusak akan tetapi konsumen tidak mengetahui atau muncul setelah perjanjian jual beli atau akad namun barang masih belum diterima olehnya.Mengenai barang rusak sesudah terjalin setelah akad sebelum diambil barangnya maka barang yang terjual sebelum diambil barangnya tetap dalam tanggung jawab pihak yang menjual. Jika barang terdapat di tangan pihak yang membeli bisa diminta kembali uangnya. Bagaimana bahwa yang diperoleh dari pembelian barangnya sudah tidak ada? Layaknya unggas yang sudah hilang nyawanya maka dia mempunyai hak mengklaim uang kompensasi saja.
Jika barang yang telah diperoleh dari pembelian rupanya rusak, hendaknya langsung dikembalikan sebab bila lambat bermakna rida pada barang yang rusak, kecuali bahwa terdapat hambatan yang dituju.
Jika terdapat lebihan pada barang yang dikembalikan dan tidak dapat terpisah sendiri-sendiri, sebaiknya dikembalikan seiring dengan lebihannya. Contohnya, sapi yang ketika dibeli tidak berlemak sewaktu akan dikembalikan sekarang berlemak oleh karena itu dikembalikan seiring dengan lebihan beratnya dan pihak yang membelinya tidak mempunyai hak mengklaim kompensasi. Akan tetapi bila lebihan tersebut dapat terpisahkan secara sendiri-sendiri, lebihan membuatnya jadi haknya pihak yang membeli berarti tidak turut serta dikembalikan.
Demikian penjelasan macam-macam khiyar dalam islam. Semoga bermanfaat untuk semua yang membaca postingan ini.
Referensi:
Afifah, Nur. 2016. Bentuk-Bentuk Muamalah dalam Islam. Aneka Ilmu. Semarang.