Sejarah Piring: Perjalanan Peradaban Manusia di Meja Makan

Table of Contents
Sejarah piring menjelaskan kemajuan peradaban manusia secara mendalam, bermula dari batu sederhana yang dijadikan tempat makan hingga porselen mewah di meja modern. Piring kecil ini melampaui fungsinya sebagai tempat hidangan, menjadi bukti nyata perkembangan teknologi, perdagangan, seni, dan adat istiadat yang memengaruhi manusia saat bersantap.
 

Peristiwa kemunculan piring terjadi sejak zaman purba, yaitu saat manusia mulai meletakkan makanan di atas alas datar agar dapat dinikmati bersama-sama. Dalam kurun waktu tersebut, piring hanyalah bidang datar dari batu atau lempengan kayu yang sering kali digunakan berkali-kali. Faktor penentu utama adalah benda tersebut mudah dicuci, memiliki daya tahan, dan materialnya dapat ditemukan kapan saja. Di antara beberapa kelompok pemburu dan peramu, daun lebar maupun kulit binatang ikut dimanfaatkan untuk menaruh makanan sehari-hari saat menyajikan hidangan. Benda yang dipakai bukanlah barang pabrikan, namun bentuk penyesuaian material lingkungan untuk memenuhi keperluan saat menyantap makanan secara berkelompok.

Pergeseran penting dalam kehidupan muncul bersamaan dengan dimulainya kegiatan bercocok tanam serta berdirinya permukiman permanen. Produksi barang keramik sungguh menjadi langkah besar yang memengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat purba. Kelompok-kelompok di Mesopotamia, Lembah Indus, dan Tiongkok mulai menguasai pembuatan tembikar pada kurun waktu 10.000 hingga 7.000 Sebelum Masehi. Dengan tembikar, orang bisa membuat tempat makanan yang awet serta kuat menghadapi suhu tinggi, termasuk panci, mangkuk, dan piring yang permukaannya datar. Benda keramik sederhana itu dipercantik dengan pola garis atau lambang alam, hal ini menginformasikan tentang keindahan dan upacara adat yang ada di kelompok tertentu. Kegunaan fungsional tak lagi jadi satu-satunya, piring mulai bermakna secara mendalam, dan dinilai cocok untuk sajian kehormatan kepada para leluhur dan dewa yang disembah.

Perkembangan jenis piring dari sisi bentuk dan fungsi sangat didukung oleh peradaban Yunani dan Romawi yang berada di kawasan Mediterania. Piring buatan orang Yunani dari tanah liat dihias dengan metode hitam dan merah, menyajikan beragam peristiwa mitos dan aktivitas harian, yang mengubah peranti itu sebagai penyampai cerita. Adapun glasir dan logam mulai dikembangkan oleh Romawi, dengan piring dari perunggu dan perak yang berfungsi sebagai cerminan kedudukan di kelompok bangsawan saat itu. Acara makan bersama (convivium) punya peran penting di masyarakat, oleh karena itu piring dan alat makan kemudian dipakai untuk menunjukkan aturan tata krama dan status kedudukan penggunanya.

Melalui jalur perdagangan dan adanya upaya perebutan wilayah, ilmu membuat piring tersebar luas dari satu daratan ke daratan lain. Peradaban Islam dari abad ke-7 hingga ke-14 membawa inovasi pada tembikar dengan lapisan glasir dan ragam hias yang detail, yang kemudian memberi corak bagi seni di Eropa. Namun demikian, perubahan paling mendasar timbul saat produk porselen dari Tiongkok mulai beredar di seluruh dunia melalui perdagangan internasional. Dikenal semenjak dinasti Tang dan meraih ketenaran tertinggi di dinasti Ming (abad ke-14 hingga ke-17), porselen Tiongkok diminati karena kekokohan, warna cerah, dan ornamennya yang anggun. Karena diekspor ke Eropa, produk ini berubah status sebagai komoditas mahal yang memicu keinginan besar, mendorong usaha penemuan bahan dan teknik produksi sejenis di negara-negara Eropa.

Setelah lama mengandalkan porselen impor, Eropa sukses menemukan ilmu untuk membuat porselen sendiri di abad ke-18, dimulai dari pabrik-pabrik seperti Meissen di Jerman. Dengan hadirnya porselen Eropa, dimulailah masa produksi besar-besaran alat makan yang anggun tetapi harganya murah untuk masyarakat kelas menengah. Kegiatan pembuatan dan distribusi menjadi sangat cepat berkat Revolusi Industri, menjadikan piring sebagai kebutuhan yang digunakan tiap hari oleh masyarakat luas. Di saat yang sama, proses industrialisasi membawa perubahan pada penampilan, di mana gambar lama dibuat sangat banyak, sekaligus perancang mulai mencari bentuk kontemporer yang menggambarkan kegunaan dan keefisienan.

Selain pertimbangan materi, piring juga memegang peranan utama dalam aturan bersantap sehari-hari dan menjadi unsur dari tradisi masyarakat. Karena ukuran dan wujud piring, volume makanan yang disajikan ikut terpengaruh, kondisi ini kemudian membentuk kebiasaan dalam mengonsumsi makanan. Di sejumlah kebudayaan, piring yang besar dipakai bersama-sama untuk menegaskan betapa pentingnya arti gotong royong dan persaudaraan di antara anggota. Dalam beberapa adat istiadat, piring untuk satu orang menjadi simbol kemerdekaan diri atau nilai moral yang ditekankan pada setiap orang. Pergeseran sosial (urbanisasi, peran gender, dan jam kerja) turut mengubah desain piring, yang sekarang mudah dipakai untuk disimpan, dicuci, dan digunakan setiap hari.

Adanya bahan-bahan masa kini, sejarah piring menjadi semakin menarik karena mendapat sudut pandang dan aspek baru yang belum pernah ada sebelumnya. Material-material baru seperti kaca, stainless steel, melamin, dan plastik mempunyai kelebihan karena tidak berbobot dan kuat menghadapi benturan agar tidak rusak. Selain itu, teknologi 3D printing juga menyediakan jalan untuk menghasilkan piring yang dirancang khusus, memadukan nilai seni, kenyamanan penggunaan, dan karakteristik pemiliknya.

Estetika piring tidak dapat dipisahkan dari ilmu memasak karena keduanya berkaitan kuat dalam menghasilkan pengalaman makan yang utuh. Penyajian makanan di piring disadari oleh koki dan desainer sebagai unsur makan yang penting, sebab warna, tekstur, dan ruang kosong pada wadah saji itu memengaruhi rasa yang diterima. Piring yang polos dan berwarna putih sering dipilih agar warna hidangan terlihat jelas, namun piring berpermukaan kasar atau bergaris dipakai untuk menimbulkan perbedaan yang memikat secara pandangan. Oleh karena itu, piring telah beralih fungsi dari peranti biasa menjadi sarana yang memungkinkan timbulnya ide-ide cemerlang dalam dunia masakan.
 
Kesimpulan pembahasan mengenai sejarah wadah saji ini memperjelas bahwa obyek tersebut bukan hanya utilitas sehari-hari, melainkan menunjukkan kemampuan teknologi, hubungan perdagangan, ciri khas kelompok, dan nilai artistik yang dianut komunitas. Perubahan dari daun dan batu di masa lampau menuju piring elegan berbahan porselen dan wadah hasil teknologi 3D, perkembangan wadah makanan ini menunjukkan bahwa setiap orang berusaha menyiapkan, berbagi, dan menikmati sajian, sebuah narasi tentang keperluan hidup, keindahan, dan ikatan kekeluargaan saat bersantap.
 
Referensi:
 
Dikutip dari berbagai sumber.